Blitar, Jawa Timur, brillianjustice.online — Dugaan praktik penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di sejumlah wilayah Kabupaten Blitar kembali mencuat dan menjadi perhatian serius masyarakat. Aktivitas mencurigakan ini terendus setelah adanya laporan dari warga mengenai distribusi solar yang dilakukan secara tersembunyi dan tidak sesuai prosedur.
Informasi di lapangan menunjukkan modus pelaku dilakukan dengan mengumpulkan solar subsidi dari berbagai SPBU menggunakan jeriken maupun tangki portabel, kemudian disimpan di gudang-gudang tertutup sebelum dipasarkan kembali dengan harga jauh di atas ketentuan resmi. Skema ini diduga dijalankan secara sistematis oleh jaringan pelaku yang memiliki peran masing-masing.
Ironisnya, laporan warga kepada aparat keamanan setempat yang disampaikan sejak malam sebelumnya justru tidak segera ditindaklanjuti. Respon lambat dan minim tindakan nyata dari aparat membuat masyarakat kecewa. Banyak pihak menilai, sikap acuh tak acuh tersebut menimbulkan pertanyaan besar: ada apa dengan penegakan hukum di Blitar?
Tindakan penimbunan solar subsidi jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terutama Pasal 53 huruf b, yang menegaskan:
“Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa izin usaha penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi tiga puluh miliar rupiah.”
Lebih jauh lagi, apabila terbukti memperjualbelikan solar bersubsidi di luar peruntukannya, perbuatan tersebut juga memenuhi unsur pidana sebagaimana Pasal 55 undang-undang yang sama, dengan ancaman hukuman setara.
Dampak dari praktik ilegal ini sangat dirasakan masyarakat kecil. Distribusi solar menjadi tersendat, petani dan nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar, dan harga di tingkat pengecer meroket. Kondisi ini memperparah tekanan ekonomi masyarakat di tengah naiknya kebutuhan energi.
Kasus ini menggambarkan bentuk kejahatan ekonomi yang berpotensi merugikan negara sekaligus menggerus keadilan sosial. Ketimpangan pasokan dan kebutuhan solar dapat memicu keresahan publik serta memperlambat roda ekonomi di berbagai sektor produktif.
Masyarakat kini mendesak pemerintah daerah dan pihak berwenang untuk melakukan audit menyeluruh terhadap distribusi BBM bersubsidi di Kabupaten Blitar. Pengawasan ketat terhadap SPBU, transparansi data pasokan, dan penerapan sistem digitalisasi pengawasan dinilai penting untuk menutup celah penyimpangan.
Publik menuntut agar pelaku penimbunan segera diusut dan dijatuhi sanksi sesuai hukum yang berlaku. Penegakan hukum yang tegas dan terbuka menjadi harapan utama demi menjaga keadilan energi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan subsidi pemerintah.(red.A)
0 Komentar