Kediri, brillianjustice.online – Fenomena loteri rokok, atau yang akrab disebut warga dengan istilah pris-prisan, kembali menyeruak ke permukaan. Aktivitas ini kini bukan hanya berlangsung di Kecamatan Pagu, melainkan juga terpantau menjalar ke Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri. Pola kegiatannya kian terbuka dan berjalan seolah tanpa hambatan.
Di sejumlah warung kelontong dan lapak pinggir jalan, permainan ini digelar dengan mekanisme sederhana. Pembeli cukup menebus kupon kecil seharga Rp500 yang ditempel pada bungkus rokok. Jika angka pada kupon sesuai hasil undian, pembeli berhak memperoleh hadiah berupa rokok, bahkan uang tunai. Sekilas tampak seperti hiburan ringan, namun perputaran uang yang terjadi dalam satu hari bisa mencapai puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah dari satu lokasi saja.
Seorang warga berinisial S (35) mengaku sudah terbiasa ikut dalam permainan ini.
“Biasanya saya beli sepuluh ribu sampai dua puluh ribu. Kadang dapat, kadang tidak. Namanya juga iseng,” ujarnya saat ditemui redaksi di salah satu warung.
Meski tampak sederhana dan dianggap sekadar hiburan rakyat, praktik pris-prisan sejatinya memuat unsur taruhan dan spekulasi nasib yang mengarah pada bentuk perjudian terselubung. Fakta bahwa aktivitas ini berjalan terang-terangan di ruang publik tanpa penindakan nyata menimbulkan tanya besar tentang efektivitas pengawasan hukum di tingkat lokal.
Dalam kerangka hukum Indonesia, aktivitas semacam ini memiliki konsekuensi pidana yang tegas. Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan tempat, atau memberi kesempatan untuk permainan judi dapat dijerat dengan pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta. Bahkan, Pasal 303 bis KUHP memperluas ancaman bagi setiap pihak yang ikut serta dalam permainan tersebut, dengan ancaman pidana penjara sampai empat tahun.
Ironisnya, meskipun unsur hukumnya jelas, praktik loteri rokok ini masih berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Sementara sebagian masyarakat menganggapnya “sekadar iseng”, pihak lain melihat fenomena ini sebagai gejala sosial yang perlahan menormalisasi perjudian kecil-kecilan di tengah lingkungan warga.
Redaksi mencoba mengonfirmasi kepada aparat penegak hukum di wilayah setempat mengenai langkah pengawasan terhadap maraknya pris-prisan ini. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi yang diberikan.
Jika dibiarkan tanpa kontrol dan penegakan hukum yang konsisten, dugaan judi berkedok loteri rokok ini dikhawatirkan akan menjalar ke wilayah lain dan menciptakan dampak sosial yang lebih luas, terutama di kalangan remaja serta masyarakat ekonomi lemah yang mudah tergiur oleh iming-iming keberuntungan.
(PW)
0 Komentar