KEDIRI, brillianjustice.online – Krisis gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram atau yang biasa disebut elpiji melon di Kabupaten Kediri semakin memprihatinkan. Pasokan yang semakin menipis membuat distribusi gas di sejumlah wilayah dibatasi ketat. Di banyak toko kelontong, penjualan bahkan dibatasi hanya lima tabung per hari.
Namun, di balik kelangkaan tersebut, muncul praktik tak wajar. Pedagang bisa mendapatkan tambahan pasokan jika bersedia membayar lebih.
Ima (30), pemilik toko kelontong di Kecamatan Gampengrejo, mengungkapkan bahwa ia kerap ditawari tambahan stok elpiji dari pemasok dengan syarat memberikan tambahan Rp500 per tabung.
“Kalau mau tambah pasokan, harus nambah Rp500 per tabung. Kalau tidak, ya hanya dapat jatah lima tabung,” jelas Ima, Jumat (12/9).
Harga yang diterima Ima dari pemasok saat ini berkisar Rp18.500 hingga Rp19.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp18.000 per tabung sesuai SK Pj. Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/801/KPTS/013/2024.
“Akhirnya saya jual ke pembeli Rp20.500 per tabung, meski sudah di atas HET,” tambahnya.
Pembeli Berebut, Satu Orang Bisa Borong Tiga Tabung
Meski harganya melambung, masyarakat tetap berebut untuk mendapatkan elpiji. Bahkan, jika stok sedang tersedia banyak, warga bisa membeli hingga tiga tabung sekaligus. Hal ini dilakukan karena mereka khawatir tidak bisa mendapatkan gas di hari berikutnya.
Saat ini, Ima hanya bisa mengandalkan satu dari empat agen pemasok yang biasanya menyuplai tokonya. Tiga agen lainnya, kata dia, lebih memprioritaskan pengiriman ke wilayah yang lebih dekat dengan pangkalan.
Pelaku UMKM Paling Terdampak
Kelangkaan gas ini semakin memukul pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satunya dirasakan Alfiyah (68), penjual mie ayam di Kediri. Ia mengeluh karena harga yang terus naik tidak sebanding dengan sulitnya mendapatkan gas.
“Sudah carinya susah, harganya juga tidak masuk akal,” ujarnya.
Dalam sehari, Alfiyah membutuhkan dua tabung gas untuk operasional kedainya. Kini, ia terpaksa menyiasati kelangkaan dengan menyimpan stok cadangan dan menggunakan kompor tradisional berbahan bakar kayu untuk memasak sebagian bahan baku.
“Kalau tidak hemat, bisa-bisa kedai saya tutup karena tidak ada gas,” keluhnya.
Harapan pada Pemerintah
Kelangkaan elpiji ini diperkirakan semakin berdampak luas jika tidak segera diatasi. Masyarakat dan pelaku UMKM berharap pemerintah daerah dan pusat segera turun tangan.
“Kami hanya ingin harga kembali normal dan stok gas mudah didapat. Kalau kondisi ini dibiarkan, usaha kecil seperti kami yang paling menderita,” pungkas Alfiyah.
Dengan semakin meluasnya kelangkaan, publik kini menunggu langkah tegas pemerintah untuk mengendalikan distribusi dan menindak praktik permainan harga yang membuat warga semakin tercekik.(red.al)
0 Komentar