Kediri, brillianjustice.online – Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kota Kediri menyatakan sikap resmi menolak rencana aksi demonstrasi bertajuk “Rakyat Jawa Timur Menggugat” yang digagas aktivis Muhammad Sholeh atau akrab disapa Cak Sholeh. Aksi tersebut dijadwalkan digelar pada 3 September 2025 dengan tuntutan menurunkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dari jabatannya.
Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Kediri, M. Akson Nul Huda—yang juga berprofesi sebagai advokat—menegaskan bahwa aksi tersebut bertentangan dengan prinsip hukum dan tata negara, serta dikhawatirkan menimbulkan instabilitas di Jawa Timur.
“Kami dengan tegas menolak rencana aksi Cak Sholeh. Aksi itu tidak sejalan dengan aturan hukum, mekanisme konstitusi, dan justru berpotensi mengganggu keamanan serta ketertiban masyarakat,” kata Akson dalam konferensi pers di Kafe Joglo Semampir, Kota Kediri, Selasa (26/8/2025).
Empat Poin Penolakan Aksi
Dalam maklumat bernomor :/MKL.PP/VIII/2025, Pemuda Pancasila Kota Kediri memaparkan empat alasan utama penolakan aksi tersebut, yakni:
Tidak demokratis karena tidak melalui forum musyawarah publik maupun keputusan organisasi, serta menggunakan nama “Rakyat Jawa Timur” secara sepihak.
Inkonstitusional, sebab pemakzulan kepala daerah hanya bisa dilakukan melalui jalur hukum dan mekanisme politik sesuai UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 2014.
Berpotensi memicu keresahan, lantaran narasi aksi dinilai provokatif serta sarat kepentingan politik tertentu.
Tuduhan tidak berdasar, khususnya soal isu pungli dan korupsi yang tidak pernah terbukti secara hukum ataupun dilaporkan ke aparat berwenang.
Menurut Akson, pola gerakan semacam ini bisa mencederai iklim demokrasi, merusak kepercayaan publik, dan mengganggu iklim investasi di Jawa Timur.
“Demokrasi yang sehat harus dijalankan melalui mekanisme legal dan representasi yang sah, bukan lewat klaim sepihak yang justru memecah masyarakat,” tegasnya.
Bantah Tuduhan Cari Muka
Akson juga membantah tudingan bahwa penolakan tersebut semata-mata untuk mencari simpati pemerintah.
“Itu tuduhan murahan. Kami menolak bukan karena ingin dekat dengan penguasa, tetapi karena ingin Jawa Timur tetap tenteram dan kondusif. Jangan jadikan Jawa Timur seolah-olah dalam kondisi genting hanya demi kepentingan politik sesaat,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa aspirasi masyarakat tetap sah jika disampaikan secara proporsional, misalnya soal dugaan pungli atau kebijakan yang dirasa merugikan. Namun, menjadikan aksi massa sebagai cara untuk menjatuhkan gubernur di tengah masa jabatan adalah langkah yang keliru.
Siap Adu Argumen pada 3 September
Pemuda Pancasila juga memastikan tidak akan tinggal diam. Mereka berencana hadir pada 3 September untuk menyambut langsung rombongan Cak Sholeh.
“Kami akan sambut dengan cara bermartabat. Ini bukan soal adu fisik, melainkan adu argumen. Biarkan publik melihat, apakah gerakan mereka punya dasar hukum yang kuat, atau hanya sekadar nafsu politik belaka,” tegas Akson.
Ia menambahkan, jika pola aksi ini dibiarkan, dapat menimbulkan preseden buruk bagi demokrasi. “Bayangkan jika cara ini ditiru di daerah lain, maka negara akan kacau. Jawa Timur harus tetap damai, dan kami akan berdiri di garis depan untuk menjaganya,” pungkasnya.(red.al)
0 Komentar